ORDER ONLINE DI TOKO VISIT CELLL

Dikirim oleh VISIT CELL pada 20 Maret 2016

Senin, 09 Januari 2012

Ucapan lelaki setia pada hatinya



Seandainya seorang saja dri sekian mereka mengetahui apa yang kurasakan,,, mungkin taka ada yang berpaling dariku...

Seandainya dari sekian banyak lelaki dikaruniai perasaan seperti yang kualami,,, niscaya tak ada luka dan air mata pada diri seorang wanita yang lebih lemah dan lembut prsaannya dari sehelai bulu...

jika seluruh jagat ini mengandalkan perasaan dan hatinya dalam bertindak, mungkin tak ada kata jera, paksa, dan siksa...

Jika segenap penikmat hidup memiliki jiwa nan setia,,, maka tak ada pisah yang menyiksa,,,

Namun,,, dibalik semua yang terjadi,, adalah misteri yang blum terungkap akan hikmah dari seluruhnya...

Tapi,,, selaku lelaki,,, Akua akan menjadi orang yang bertanggung jawab,,, dimana jiwa lelakiku ditantang untuk setia,,,

Dan,,, menafsirkan segala apa yang terjadi dengan hati adalah ikhtiarku untuk menjdikan dia bahagia,,, karena bagiku,,, memberi kebahagiaan lebih utama dari segalanya... Bukankah tujuan adanya cinta untuk bahagia..????

Semoga apa yang kurasa,,, ia dapat menikmatinya sebagai bahagian dari tuhannya yang wajib disyukuri...

Dan,,, semoga dia bisa memberi apa yang menjadi harapan hati dan jiwaku...

Karena Aku ingin setia....

A. Pengertian Adil
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adil berarti sama berat, tidak berat sebelah; tidak memihak, (2) berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran; (3) sepatutnya; tidak sewenang-wenang.
Adil menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proposi tersebut berarti ketidak adilan.
keadilan merupakan suatu tindakan atau putusan yang diberikan terhadap suatu hal (baik memenangkan/memberikan dan ataupun menjatuhkan/menolak) sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
Adil asal kata nya dari bahasa arab ‘adala, alih bahasa nya adalah lurus.
secara istilah berarti menempatkan sesuatu pada tempat/aturan nya, lawan katanya adalah zalim/aniyaya (meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya).
Untuk bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya, kita harus tahu aturan-aturan sesuatu itu, tanpa tahu aturan-aturan sesuatu itu bagaimana mungkin seseorang dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya. Istilah adil ini di gunakan dalam wilayah hukum, maka akan janggal dan salah kaprah jika kata adil di gunakan bukan pada wilayah hukum.hukum ini bukan cuma pidana dan perdata, tapi juga hukum agama/syariat atau hal-hal yg berkaitan dengan ibadah.
Berbicara tentang keadilan, anda tentu ingat akan dasar negara kita ialah Pancasila. Sila kelima Pancasila, berbunyi: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia“.
Menurut W.J.S Poerwadarminta dalam Kamus Besar bahasa Indonesia memberikan pengertian adil itu dengan yang pertama tidak berat sebelah (tidak memihak) pertimbangan yang adil, putusan itu dianggap adil; kedua mendapat perlakuan yang sama.
Menurut Drs. Kahar Masyhur memberikan defenisi tentang adil adalah
1. Adil ialah meletakkan sesuatu pada tempatnya
2. Adil adalah menerima hak tanpa lebih dan memberikan hak orang lain tanpa kurang
3. Adil adalah memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak, dalam keadaan yang sama dan penghukuman orang jahat atau yang melanggar hukum sesuai dengan kesalahan dan pelanggarannya.
Macam-Macam Adil
1. Keadilan Legal atau keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Than man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto menyebutnya keadilan legal.
Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya.
2. Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally) Sebagai contoh: Ali bekerja 10 tahun dan budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja.
3. Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Contoh :
“Dr.Sukartono dipanggil seorang pasien, Yanti namanya, sebagai seorang dokter ia menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya Yanti menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis saling mencintai. Bila dr. sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi karena dr. sukartono sudah berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan menghancurkan rumah tangga. Karena dr. Sukartono melalaikan kewajibannya sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga dr. Sukartono.”
4. Adil menurut Al-Qur’an
Keadilan diungkapkan oleh Al-Quran antara lain dengan kata-kata al-'adl, al-qisth, al-mizan, dan dengan menafikan kezaliman, walaupun pengertian keadilan tidak selalu menjadi antonim kezaliman. 'Adl, yang berarti "sama", memberi kesan adanya dua pihak atau lebih; karena jika hanya satu pihak, tidak akan terjadi "persamaan".
Qisth arti asalnya adalah "bagian" (yang wajar dan patut). Ini tidak harus mengantarkan adanya "persamaan". Bukankah bagian dapat saja diperoleh oleh satu pihak? Karena itu, kata qisth lebih umum daripada kata 'adl, dan karena itu pula ketika Al-Quran menuntut seseorang untuk berlaku adil terhadap dirinya sendiri, kata qisth itulah yang digunakannya. Perhatikan firman Allah dalam surat An-Nisa' (4): 135,


AYAT


“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak al-qisth (keadilan), menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri...” (Q.S. An-Nisa’: 135)
Mizan berasal dari akar kata wazn yang berarti timbangan. Oleh karena itu, mizan, adalah "alat untuk menimbang". Namun dapat pula berarti "keadilan", karena bahasa seringkali menyebut "alat" untuk makna "hasil penggunaan alat itu".

B. PANDANGAN UMUM POLIGAMI
1. Pengertian Poligami
Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan). Hal ini berlawanan dengan praktik monogami yang hanya memiliki satu suami atau istri.
Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligini (seorang pria memiliki beberapa istri sekaligus), poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus), dan pernikahan kelompok (bahasa Inggris: group marriage, yaitu kombinasi poligini dan poliandri). Ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, namum poligini merupakan bentuk yang paling umum terjadi.
Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagian kalangan. Terutama kaum feminis menentang poligini, karena mereka menganggap poligini sebagai bentuk penindasan kepada kaum wanita.
1.1. Poligami Dalam Islam
Poligami dalam Islam merupakan praktik yang diperbolehkan (mubah, tidak larang namun tidak dianjurkan) . Islam memperbolehkan seorang pria beristri hingga empat orang istri dengan syarat sang suami harus dapat berbuat adil terhadap seluruh istrinya (Surat an-Nisa ayat 4:3).
AYAT

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.” (Surat an-Nisa ayat 4:3).
Poligami menurut kaidah Islam adalah salah satu upaya untuk menyelamatkan kaum wanita dari dekadensi moral yang diakibatkan oleh ketidak seimbangan jumlah perempuan dengan laki-laki yang lahir dalam kurun waktu tertentu.
Menurut Badan Dunia PBB yang menangani Komunitas Penduduk Dunia dilaporkan jumlah perbandingan perempuan dan laki-laki tahun 2008 adalah 1 : 7 artinya satu kelahiran laki-laki akan dibarengi oleh 7 perempuan yang lahir.
Ketidak seimbangan jumlah perempuan dan laki-laki itu menyebabkan terjadinya misintersepsi tentang hakikat perkawinan dikarenakan terjadinya persaingan perempuan untuk mendapatkan laki-laki idamannya. Artinya jika 1 perempuan menikah maka terdapat 6 perempuan yang tidak kebagian pasangan hidupnya dan ini dapat menimbulkan gejolak sosial di masyarakat. Disatu sisi perempuan ingin menikah dilain pihak laki-laki yang tersedia cukup untuk satu orang perempuan.
Dari yang 6 orang perempuan yang tidak mendapatkan pasangannya dikarenakan tekanan sosial dan ekonomi dalam masyarakat akan tercipta kondisi sebagai berikut :
1. Terciptanya pemahaman yang salah tentang poligami dikarenakan oleh sempitnya pengetahuan akan agama sehingga menyebabkan semakin jauhnya perempuan untuk mendapatkan pasangannya sementara umur semakin bertambah (dapat mengurangi nilai persaingan).
2. Berhasilnya misi Yahudi untuk menanamkan image terjadap kaum wanita bahwa poligami adalah sesuatu yang tabu untuk dilakukan dan akan berakhir sengsara. Kaum wanita tidak menyadari bahwa kondisi sekarang ini paham yahudi sangat menyudutkan kaum wanita, selintas seperti memahami kaum wanita padahal menyudutkan wanita pada kondisi serba salah yang berujung merana lahir batin.
1.2. Ragam pandangan
Beberapa ulama kontemporer seperti Syekh Muhammad Abduh , Syekh Rashid Ridha, dan Syekh Muhammad al-Madan (ketiganya ulama terkemuka Al Azhar Mesir) lebih memilih memperketat penafsirannya. Muhammad Abduh dengan melihat kondisi Mesir saat itu (tahun 1899), memilih mengharamkan poligami. Syekh Muhammad Abduh mengatakan: Haram berpoligami bagi seseorang yang merasa khawatir akan berlaku tidak adil. .Saat ini negara Islam yang mengharamkan poligami hanya Maroko . Namun sebagian besar negara-negara Islam di dunia hingga kini tetap membolehkan poligami, termasuk Undang-Undang Mesir dengan syarat sang pria harus menyertakan slip gajinya.
1.3. Praktik poligami oleh Nabi Muhammad
Nabi Muhammad, nabi utama agama Islam melakukan praktik poligami pada delapan tahun sisa hidupnya, sebelumnya ia beristri hanya satu orang selama 28 tahun. Setelah istrinya saat itu meninggal (Khadijah) barulah ia menikah dengan beberapa wanita. Kebanyakan dari mereka yang diperistri Muhammad adalah janda mati, kecuali Aisyah (putri sahabatnya Abu Bakar).
Dalam kitab Ibn al-Atsir, sikap beristeri lebih dari satu wanita yang dilakukannya adalah upaya transformasi sosial [6]. Mekanisme beristeri lebih dari satu wanita yang diterapkan Nabi adalah strategi untuk meningkatkan kedudukan perempuan dalam tradisi feodal Arab pada abad ke-7 Masehi. Saat itu, nilai sosial seorang perempuan dan janda sedemikian rendah sehingga seorang laki-laki dapat beristri sebanyak mereka suka.
Sebaliknya, Nabi membatasi praktik poligami, mengkritik perilaku sewenang-wenang, dan menegaskan keharusan berlaku adil dalam beristeri lebih dari satu wanita.
Ketika Nabi melihat sebagian sahabat telah mengawini delapan sampai sepuluh perempuan, mereka diminta menceraikan dan menyisakan hanya empat. Itulah yang dilakukan Nabi kepada Ghilan bin Salamah ats-Tsaqafi RA, Wahb al-Asadi, dan Qais bin al-Harits. Dan, inilah pernyataan eksplisit dalam pembatasan terhadap kebiasan poligami yang awalnya tanpa batas sama sekali.
A. Ayat Al qur’an Yang berhubungan dengan Poligami
Al-Quran surat Al-Nisa' [4]: 3 menyatakan,

AYAT


”Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil (dalam hal-hal yang bersifat lahiriah jika mengawini lebih dari satu), maka kawinilah seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (Q.S. An-Nisa' : 3)

Surat Al-Nisa' [4]: 129 menegaskan juga bahwa,



AYAT

“Kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istrimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surat Al-Nisa': 129)
B. Hadits Tentang Poligami
Dalam hadis disebutkan
إن رسول الله ص م قال لغيلان بن سلامة حين أسلم وتحته عشر ة نسو أمسك أربعا وفارق
Artinya: “ Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW berkata kepada Ghailan bin Salamah yang waktu masuk Islam mempunyai 10 isteri, Kata Nabi: Pilihlan empat diantara mereka dan ceraikanlah yang lainnya.” (HR. Nasa`i dan Daruquthni). Begitu pula pengakuan seorang sahabat bernama Qais bin Harits. “Saya masuk Islam bersama-sama dengan 8 istri, lalu hal itu saya ceritakan kepada Nabi Muhammad SAW, maka beliau bersabda: Pilihlah empat orang dari mereka.” (HR. Abu Daud).
hadits riwayat Aisyah, ia berkata yang artinya:
“Dari Urwah bin Zubair, bahwa ia bertanya kepada Aisyah tentang firman Allah : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Aisyah berkata: Hai keponakanku, ayat itu berbicara tentang seorang anak perempuan yatim yang berada dalam asuhan walinya, di mana harta anak perempuan itu telah bercampur dengan harta wali, kemudian wali itu tertarik dengan harta dan kecantikannya dan ingin mengawininya tanpa membayar mahar yang layak seperti yang akan dibayar orang lain kepada anak perempuan itu. Sehingga para wali dilarang menikahi mereka, kecuali bila mereka berlaku adil dan membayar mahar yang layak (mitsil) dan para wali juga diperintahkan untuk menikahi perempuan lain yang baik bagi mereka. Urwah melanjutkan: Aisyah berkata: Sesudah turun ayat ini, para sahabat meminta fatwa kepada Rasulullah tentang perempuan yatim yang berada dalam asuhan, lalu Allah menurunkan ayat (An Nisaa : 127) : Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Alquran (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka. Aisyah berkata: Maksud firman Allah Taala: Dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Alquran adalah ayat pertama yang ada dalam firman Allah: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi. Adapun maksud ayat lain yang berbunyi: Sedang kamu ingin mengawini mereka, adalah ketidaksenangan seorang wali di antara kamu terhadap perempuan yatim asuhannya yang tidak memiliki harta dan kecantikan sehingga mereka dilarang menikahi perempuan yatim yang banyak harta serta cantik kecuali dengan membayar mahar mitsil karena ketidaksenangan mereka kepada perempuan yatim yang miskin dan tidak cantik”.
C. Hukum Poligami
Hukum Poligami Menurut Mahmud Syaltut, mantan Syekh Al-Azhar, hukum poligami adalah mubah . Poligami dibolehkan selama tidak dikhawatirkan terjadinya penganiayaan terhadap para istri. Kebolehan berpoligami adalah terkait dengan terjaminnya keadilan dan ketiadaan kekhawatiran akan terjadinya penganiayaan terhadap para istri. Dalam tafsir al-Kassyaf, Zamakhsyari mengatakan bahwa poligami dalam Islam suatu rukhshah (kelonggaran ketika darurat), sama halnya dengan rukhshah bagi musafir dan orang sakit yang boleh berbuka puasa. Kelonggaran boleh berpoligami untuk menghindarkan terjadinya perzinaan. Dengan demikian, haram berpoligami bagi seseorang yang merasa khawatir tidak akan berlaku adil. Sebelum ayat poligami turun, banyak sahabat mempunyai istri lebih dari empat. Sesudah turun ayat poligami, Rasul Saw memerintahkan para sahabat untuk hanya memiliki maksimal 4 isteri.
Di lain redaksi, Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah pernah ditanya tentang hukum poligami. Beliau menjawab, “Tidak sunnah, tetapi mubah (boleh)”.
Sesungguhnya, di anjurkan atau tidaknya poligami itu hanyalah bagi seorang suami yang berkesanggupan untuk berlaku adil atas istri-istrinya. Sebagaimana Firman Allah Swt:
فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً
Artinya: “Kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja”. (An-Nisa: 3)
Bahkan Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah menukilkan maqalahnya tentang hal tersebut:
“Namun, wahai hamba-hamba Allah, ketahuilah olehmu bahwasanya sekalian ilmu yang meninggikan derajatmu disisi Allah Ta’ala di antara sekalian hamba-hamba-Nya yang lain adalah menurut ilmu yang ada pada dirimu dengan sekalian perkara atas apa-apa yang terdapat didalam hatimu. Ingatlah bahwa sesungguhnya ilmu itu beragam corak dan warnanya, dan barang siapa yang beroleh nikmat Allah Ta’ala dengan menguasai penuh atas salah satu ilmu saja, niscaya amat terpujilah ia karena Allah Ta’ala telah memberikannya nikmat yang banyak. Yang sedemikian inilah adalah aku menyebutnya sebagai ilmu yang beragam corak dan warnanya bagi hati manusia, yaitu Ilmu Sabar, Ikhlas, Bijaksana, Adil dan lain sebahagainya, sedang sekalian ilmu-ilmu itu disempurnakan dengan aqidah dan keimanan serta ketaqwaan kepada Rabb Semesta Alam dan tiadalah serta merta pada ilmu adil atau yang lain itu semata.”
An Nisaa ayat 127 :

AYAT
Artinya : Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahuinya.
Menurut Imam Syafi’i dalam kitabnya al-umm, turunnya ayat ini tentang pembolehan poligami ini adalah sesuai dengan firman Allah SWT : “Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi : dua, tiga dan empat”. Pada saat ayat ini diturunkan, masyarakat arab memiliki isteri yang tidak dapat dihitung dengan jari dan budak-budak wanita yang tidak terbatas jumlahnya. Dengan turunnya ayat ini, Al-Qur’an melarang seluruh umat Islam untuk menikah lebih dari empat orang (kekhususan hanya diberikan kepada Rasulullah SAW). Dan selanjutnya imam syafi’i menjelaskan dengan sebuah hadits yang terdapat dalam musnad Syafi’I sebagai berikut :
عَنْ سَالِمٍ ، عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، أَنَّ غَيْلانَ بْنَ سَلَمَةَ الثَّقَفِيَّ أَسْلَمَ وَعِنْدَهُ عَشْرُ نِسْوَةٍ ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم : أَمْسِكْ أَرْبَعًا وَفَارِقْ سَائِرَهُنَّ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ ، حَدِيثَ غَيْلانَ.
“Dari Salim, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Ghalian Ibnu Salamah masuk Islam dan ia memiliki sepuluh orang istri yang juga masuk Islam bersamanya. Lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruhnya untuk memilih empat orang istri di antara mereka dan ceraikan selebihnya.” (Hadits ini didapat dari Imam Malik dari Zuhri, Hadits Ghailan)
Hadits ini memberikan jawaban kepada orang-orang yang baru masuk Islam dan orang muslim itu sendiri bahwa tidak boleh ( haram ) untuk memiliki lebih dari empat orang isteri. Pembatasan ini tentunya penuh dengan sarat nilai-nilai dan hikmah. Salah satunya adalah bahwa Islam adalah agama yang berkeadilan dan sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat kaum perempuan. Dengan diturunkannya ayat ini memberikan semangat baru pada kaum perempuan pada saat itu yang dijadikan komoditas bagi kaum lelaki. Masyarakat arab umumnya memiliki isteri dengan jumlah yang banyak, dan Islam lewat Qur’an memberikan batasan dengan maksud agar konsep keadilan bagi para isteri tersebut dapat dipenuhi.
Selanjutnya Imam Syafi’i dalam kitab al-umm juga menyebutkan bahwa an-nisaa : ayat 3 juga terdapat kata-kata “jika kamu tidak mampu adil”, pada ayat ini jelas Allah memberikan kalimat ancaman kepada orang-orang yang ingin atau memiliki hasrat untuk memiliki isteri lebih dari satu orang. Lalu Allah melanjutkan dengan perkataan “Kawinilah satu orang saja atau budak budak yang kamu miliki”. Ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang memiliki keinginan yang kuat tapi tidak mampu (dalam berlaku adil). Adil yang dimaksud menurut Imam Syafi’i adalah adil dalam sudut pandang materi, karena materi adalah sesuatu yang dapat diukur dan dapat ditentukan kadarnya.
D. Ragam Pendapat Tentang Hukum Poligami
1. Para ulama sepakat menetapkan bahwa laki-laki yang sanggup berlaku adil dalam kehidupan rumah tangga, dibolehkan melakukan poligami sampai 4 isteri.
2. Sebagai pengetahuan, ada pula pendapat yg membolehkan memiliki istri sampai 9 orang dgn alasan Nabi Saw memiliki 9 isteri, dan huruf و pada surat al-Nisa` ayat 3 dipahami sebagai و للجمح sehingga dijumlahkan 2+3+4=9. Bahkan sebagian mazhab Dhahiri membolehkan sampai 18, dalam tafsir al-Qurthubi: فإن العدد في تلك الصيغ يفيد التكرار والواو للجمع، فجعل مثنى بمعنى إثنين إثنين وكذالك ثلاث ورباع Maka jadilah rumusnya Dhahiri (2+2)+(3+3)+(4+4) = 18.
E. Syarat Poligami
Ada 2 pendapat sehubungan masalah poligami. Pertama , asas perkawinan dalam Islam adalah monogami. Mereka beralasan bahwa Allah SWT memperbolehkan poligami dengan syarat harus adil. Sedangkan kecenderungan manusia pada dasarnya tidak akan mampu berbuat adil. QS. Al-Nisa`: 129.
Kedua, asas perkawinan dalam Islam adalah poligami. Alasannya, QS. al-Nisa` ayat 3 dan 129 tidak terdapat pertentangan. Keadilan yang dimaksud adalah keadilan lahiriah yang dapat dikerjakan manusia, bukan adil dalam arti cinta & kasih sayang.
Muhammad Rasyid Ridha mencantumkan beberapa hal yang boleh dijadikan alasan berpoligami, antara lain:
1. Isteri mandul.
2. Istri mempunyai penyakit yang dapat menghalangi suaminya memberikan nafkah batin.
3. Jika suami memiliki naluri seks yang sangat tinggi (hypersex), sehingga istrinya lagi haid beberapa hari saja mengkhawatirkan dirinya berbuat selingkuh.
4. Bila suatu daerah yang jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki, sehingga jika tidak berpoligami mengakibatkan banyak wanita berbuat serong.
F. Dampak Poligami Bagi Wanita
1. Dampak psikologis: perasaan inferior istri dan menyalahkan diri karena merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya.
2. Dampak ekonomi: Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi dalam praktiknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu. Akibatnya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari.
3. Dampak hukum: Seringnya terjadi nikah di bawah tangan (perkawinan yang tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama), khususnya bagi PNS, sehingga perkawinan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan tersebut sah menurut agama. Pihak perempuan akan dirugikan karena konsekuensinya suatu perkawinan dianggap tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya.
4. Dampak kesehatan: Kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami/istri menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS).
5. Kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada rumah tangga poligami, walaupun begitu kekerasan juga dapat terjadi pada rumah tangga yang monogami.

REFERENSI:
http://kamusbahasaindonesia.org/adil/
Sulaiman Al-Kumayi, Aa Gym Antara Pro-Kontra Poligami, (Surabaya: Pustaka Adnan, 2007) h. 87
Dr. M. Quraish Shihab, M.A. Wawasan Al-Qur'an, (Jakarta: Midi Press, 2007) h. 34

http://id.wikipedia.org/wiki/Poligami
Zakiyah Darajat, Poligami dalam Pandangan Syariah (Banda Aceh: Allims Publishing House, 2010), II: 141.

http://poligami-islami.blogspot.com/2009/01/pengertian-poligami-islam.html
Muhammad Abduh, Al-Manar, juz IV, hlm. 350
[http://www.liputan6.com/view/8,133720,1,0,1165710531.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Poligami_dalam_Islam
Dr. Karam Hilmi Farhat, Poligami Dalam Pandangan Islam, Nasrani & Yahudi, (Jakarta: Diva press, 2008), h. 45
Mubarraq, Poligami itu wajar kok, (Bireuen, Allims Publishing House, 2010), h. 89
Maulida, Poligami Yang Tak Melukai Hati?, (Bireuen, Allims Publishing House, 2010), h. 45
Syarat Poligami
Ada 2 pendapat sehubungan masalah poligami. Pertama , asas perkawinan dalam Islam adalah monogami. Mereka beralasan bahwa Allah Swt. memperbolehkan poligami dengan syarat harus adil. Sedangkan kecenderungan manusia pada dasarnya tidak akan mampu berbuat adil. QS. Al-Nisa`: 129.

AYAT

Kedua, asas perkawinan dalam Islam adalah poligami. Alasannya, QS. al-Nisa` ayat 3 dan 129 tidak terdapat pertentangan. Keadilan yang dimaksud adalah keadilan lahiriah yang dapat dikerjakan manusia, bukan adil dalam arti cinta & kasih sayang.
• Muhammad Rasyid Ridha mencantumkan beberapa hal yang boleh dijadikan alasan berpoligami, antara lain:
• Isteri mandul.
• Istri mempunyai penyakit yang dapat menghalangi suaminya memberikan nafkah batin.
• Jika suami memiliki naluri seks yang sangat tinggi (hypersex), sehingga istrinya lagi haid beberapa hari saja mengkhawatirkan dirinya berbuat selingkuh.
• Bila suatu daerah yang jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki, sehingga jika tidak berpoligami mengakibatkan banyak wanita berbuat serong.